Malam menjatuhkan jubah hitamnya.
Dimas masih mematung di jendela kamarnya, menikmati ribuan bintang yang berkedip manja di langit Bandung. Bayangan Dinda berkelebat di benaknya. Diams tahu, gadis itu sangat mengagumi bintang, dan Dimas tidak pernah sekalipun membiarkan malam tanpa menyaksikan parodi bintang-bintang.
“Tiap malam, kalo nggak mendung, aku pasti curhat-curhatan sama bintang-bintang,” kata Dinda suatu malam saat mereka bertiga ngobrol di taman depan rumah Dara.
“Oh ya? Curhat apa saja?” tanya Rendy penasaran.
“Mmm… secret!”
“Tapi aku tau lho…” celetuk Dara.
“Huss, jangan ngebongkar hal yang nggak perlu begitu.” Dinda melotot.
Dara tertawa kecil, Dinda pun mengimbanginya dengan tawa lebar. Lantas keduanya mengumbar gelak tawa. Dimas tersenyum mengingatnya. Ada rindu yang menyergapnya begitu saja.
Dimas menutup jendela kamar dan melangkahkan kaki menuju meja belajar. Tangannya meraih diary biru yang menggeletak, dan mendekapnya hangat. “Diary ini untukku, ya ini pemberian terakhirnya.” Batinya. Perlahan, Dimas membuka lembar demi lembar. Isinya kisah biasa, cerita tentang kisah-kisah lucu mereka, dirinya, Dara dan Dinda. Dimas menyemat senyum sebentar.
Dimas terkejut saat mendapati tulisan lain Dinda, “Dinda naksir seseorang? Tapi dia tak pernah memberitahuku!” Batinnya. Penasaran mengiring Dimas menelusuri lembar-lembar berikutnya, tak ada petunjuk hingga meninggalkan lembar terakhir.
Bedroom, 140211
Hai Diary-ku,
Aku lagi kangen banget nich sama “dia” hehehehe… tapi Dara bilang, aku nggak boleh cengeng. Iya juga sich, “dia” kan lagi berjuang keras di Jakarta, demi masa depannya dan juga band-nya. Aku senang akhirnya band-nya tampil juga di festival itu. Apalagi mewakili Bandung. Pasti pendukungya banyak. Aku nggak mau ganggu kosentrasinya. Hmmm…. Diary, lama-lama aku ngerasa makin sayang sama dia. Tapi aku nggak bisa ngungkapin semuanya. Aku hanya berani ngomong semuanya ke bintang, soalnya aku takut kalo Dimas tau aku suka sama dia, dia bakalan benci dan ninggalin aku. Persahabatan buatku lebih sejati…
“No! ini nggak mungkin.” Batin Dimas
“Dimas suka sama aku?”
Mendadak jantung Dimas berdegup tidak karuan. Dimas bercerita detil di halaman terakhir diary-nya ini setelah dua hariDimas berangkat ke Jakarta, tepat sehari sebelum kecelakaan itu. Tiba-tiba rasa sedih menyergap hati Dimas, membuat cowok itu memohon kepasrahannya___ “Tuhan aku mohon kembalikan Diana.” Permohonan konyol itu tak akan pernah terwujud. Diana tak akan pernah kembali.
Dimas menangis dalam diam, menggenggam diary dengan rasa kehilangan. Diana sudah pergi… pergi dengan membawa sepenggal rasa yang sejujurnya bisa dirasakannya. Dimas menyesal, tak sempat mengungkapkannya sebelum gadis itu pergi. Bahwa dirinya pun memiliki rasa yang sama dengan apa yang dirasakan Diana. Dan kini… yang ada hanya penyesalan…
Cinta selalu datang kepada siapapun. tidak pernah di ketahui, bahkan dalam sebuah persahabatanpun tak urung akan tumbuh benih - benih cinta. cinta itu samar dan hanya bisa di rasakan dengan hati dan kepekaan perasaan yang halus. ungkapkanlah cinta yang kamu miliki dan jangan menunda jika kamu memang benar menyukainya, apapun jawabannya itu akan lebih baik daripada menunggu namun tak jua menutarakan hanya akan menyisakan penyesalan saat orang tersebut telah tiada ,,,,,
Dimas masih mematung di jendela kamarnya, menikmati ribuan bintang yang berkedip manja di langit Bandung. Bayangan Dinda berkelebat di benaknya. Diams tahu, gadis itu sangat mengagumi bintang, dan Dimas tidak pernah sekalipun membiarkan malam tanpa menyaksikan parodi bintang-bintang.
“Tiap malam, kalo nggak mendung, aku pasti curhat-curhatan sama bintang-bintang,” kata Dinda suatu malam saat mereka bertiga ngobrol di taman depan rumah Dara.
“Oh ya? Curhat apa saja?” tanya Rendy penasaran.
“Mmm… secret!”
“Tapi aku tau lho…” celetuk Dara.
“Huss, jangan ngebongkar hal yang nggak perlu begitu.” Dinda melotot.
Dara tertawa kecil, Dinda pun mengimbanginya dengan tawa lebar. Lantas keduanya mengumbar gelak tawa. Dimas tersenyum mengingatnya. Ada rindu yang menyergapnya begitu saja.
Dimas menutup jendela kamar dan melangkahkan kaki menuju meja belajar. Tangannya meraih diary biru yang menggeletak, dan mendekapnya hangat. “Diary ini untukku, ya ini pemberian terakhirnya.” Batinya. Perlahan, Dimas membuka lembar demi lembar. Isinya kisah biasa, cerita tentang kisah-kisah lucu mereka, dirinya, Dara dan Dinda. Dimas menyemat senyum sebentar.
Dimas terkejut saat mendapati tulisan lain Dinda, “Dinda naksir seseorang? Tapi dia tak pernah memberitahuku!” Batinnya. Penasaran mengiring Dimas menelusuri lembar-lembar berikutnya, tak ada petunjuk hingga meninggalkan lembar terakhir.
Bedroom, 140211
Hai Diary-ku,
Aku lagi kangen banget nich sama “dia” hehehehe… tapi Dara bilang, aku nggak boleh cengeng. Iya juga sich, “dia” kan lagi berjuang keras di Jakarta, demi masa depannya dan juga band-nya. Aku senang akhirnya band-nya tampil juga di festival itu. Apalagi mewakili Bandung. Pasti pendukungya banyak. Aku nggak mau ganggu kosentrasinya. Hmmm…. Diary, lama-lama aku ngerasa makin sayang sama dia. Tapi aku nggak bisa ngungkapin semuanya. Aku hanya berani ngomong semuanya ke bintang, soalnya aku takut kalo Dimas tau aku suka sama dia, dia bakalan benci dan ninggalin aku. Persahabatan buatku lebih sejati…
“No! ini nggak mungkin.” Batin Dimas
“Dimas suka sama aku?”
Mendadak jantung Dimas berdegup tidak karuan. Dimas bercerita detil di halaman terakhir diary-nya ini setelah dua hariDimas berangkat ke Jakarta, tepat sehari sebelum kecelakaan itu. Tiba-tiba rasa sedih menyergap hati Dimas, membuat cowok itu memohon kepasrahannya___ “Tuhan aku mohon kembalikan Diana.” Permohonan konyol itu tak akan pernah terwujud. Diana tak akan pernah kembali.
Dimas menangis dalam diam, menggenggam diary dengan rasa kehilangan. Diana sudah pergi… pergi dengan membawa sepenggal rasa yang sejujurnya bisa dirasakannya. Dimas menyesal, tak sempat mengungkapkannya sebelum gadis itu pergi. Bahwa dirinya pun memiliki rasa yang sama dengan apa yang dirasakan Diana. Dan kini… yang ada hanya penyesalan…
Cinta selalu datang kepada siapapun. tidak pernah di ketahui, bahkan dalam sebuah persahabatanpun tak urung akan tumbuh benih - benih cinta. cinta itu samar dan hanya bisa di rasakan dengan hati dan kepekaan perasaan yang halus. ungkapkanlah cinta yang kamu miliki dan jangan menunda jika kamu memang benar menyukainya, apapun jawabannya itu akan lebih baik daripada menunggu namun tak jua menutarakan hanya akan menyisakan penyesalan saat orang tersebut telah tiada ,,,,,
0 komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah mengunjungi Blog kami.
Dan di mohon komentarnya. demi perkembangan blog ini ke depannya....